Saturday, February 16, 2008
Itu pilihanmu
Aku juga punya pilihan, meskipun tidak sebaik kamu. setiap pilihan ada aralnya, ada jalannya. kehidupan ini adalah sekarang dan nanti, namun entah... apa yang akan terjadi esok. bukan kemauanku atau karena kemauanku, itu hanya ada pada keterjagaanku, apakah aku dalam keadaan sadar? atau aku dalam keadaan mati rasa? ohhh... jagat dewa batara, Tuhan semesta alam. dewa-dewi, kupujakan nubuat untukmu, setiap kitab kubuka dan firmanmu selalu benar. hanya aku yang bodoh ini tersesat dalam kenistaan, kepapaan yang tiada henti mendera.
Hemmm... pilihanku akan kuambil, risiko apapun kujelang, aku berdiri disini dan siap melangkah. aku siap. benar2 siap. tapi.... aku lemah lagi... aku didera keraguan akan pilihan-pilihan itu lagi. ehm... semua pilihan sama beratnya, risiko selalu ada, selalu terentang di depan. tapi sudahlah, hari sudah senja baiknya aku pulang saja. pikirkan lagi nanti.
Saturday, February 9, 2008
Bahasa bukanlah klaim dari suku atau ras tertentu
Masalah bahasa bukan masalah klaim dari suku tertentu ataupun ras tertentu, melainkan bahasa adalah bagian dari budaya setiap ceruk kehidupan dan lubuk-lubuk kecil komunitas manusia. Bahasa adalah proses dari perjalanan logika manusia. Bahasa punya masyarakat pendukungnya, jika itu tidak ada maka bahasa akan punah. Siapa pendukung bahasa itu?
Hampir semua bahasa dukun dan paramormal hanya sebuah logo, lambang, atau simbol. Ini yang di dekonstruksi oleh Derrida, kenapa filsafat selama ini hanya menghasilkan simbol dan logo? Derrida mencoba menjelaskan konteks-konteks simbol dengan bahasa, jadi sebenarnya derrida belajar menjadi dukun. Namun akhirnya Derrida pun menjadi sebuah pertanyaan baru bagi para ahli filsafat bahasa.
Hanya pola pikir ilmuwan tidak menyentuh sampai dimana para dukun pendukung bahasa itu melakukan praktek perdukunannya? Konteksnya apa? Sebenarnya jelas, setiap dukun meminta penjelasan mengenai masalah yang ingin diselesaikan oleh si pasien. Namun tentu saja tidak semua dukun bisa. Banyak pula dukun hanya menghafal do’a, mantra dan jampi-jampi. Dukun jarang belajar tentang konteks, yang kemudian mereka tidak mengerti makna yang sebenarnya dari praktek perdukunannya. Seperti para pendakwah yang hanya bisa mengutip kalimat-kalimat dalam kitab, namun tidak pernah menafsirkannya secara kontekstual.
“Bahasa jawa ke bahasa
Menurutku berbahasa adalah kenyamanan berucap, fonetik/akustiknya, bukan simbol yang tertera/letter. Kita bisa melihat dari bahasa-bahasa yang memiliki huruf/simbol/letter sendiri. Aku melihat sendiri dalam konteks bahasa arab, jawa dan jepang dan mungkin juga bahasa lain di dunia ini, bahwa huruf /letter/simbol selalu mengikuti pengucapan-rasa-ide, kebalikan dari teori fisika tentang halilintar yang menyebut bahwa suara akan datang setelah warna/cahaya.
Bagi bahasa yang memiliki huruf sendiri, akan selalu membuat perangkat huruf baru bagi kata-kata serapan, perangkat-perangkat ini muncul setelah ada pengucapan yang baru disesuaikan dengan langue setempat dari bahasa lain di luar komunitas pendukung bahasa aslinya.
Kita bisa melihat banyak contoh, semisal bahasa jawa yang mendominasi bahasa
Tuesday, February 5, 2008
Bermalam di depan mata dunia
Inilah..... hari yang kesekian kali aku berada di depan mata dunia. Dunia internet, hampir tiap hari aku bermalam demi sebuah pekerjaan, benarkah sebuah pekerjaan? atau hanya sekedar hiburan? keduanya mungkin lebih tepat untuk menyebut waktu-waktu yang telah habis di telan gelap dan terangnya dunia. Aku sudah tidak tahu lagi apa sebenarnya yang aku mau-i, tapi ya beginilah. Kehidupan tidak selalu harus ditebak-tebak, apakah masa depan sekarang atau nanti. sama saja. tidak ada masa depan jika kita tidak ingat masa lalu, itu pasti, kapan kita bicara tentang masa lalu berarti kita berada di masa depan.
Tidak usah bimbang, masa depan sekarang atau nanti. Itu bukan solusi dari kebingungan eksistensi diri. Sebagai orang ya jadilah orang. Bedakan dengan yang bukan orang. Buat ciri itu pasti, gak usah ngikut apa yang sedang berjalan kalo memang tidak bisa mengikutinya. Kita mungkin bisa menjadi air, tapi apakah benar air itu mengalir? atau ternyata kita mengalir tapi bukan air, hanya buih, yang merasa menjadi air, atau racun yang mencoba menyelinap ke dalam pori-pori 'oksida hidrogen' berkontaminasi, berkelindan menjadi satu tubuh, yang kemudian melumpuhkan?
Eksistensi? mungkin malam dan siang yang terlewat telah menjadi cermin bagi yang lain atau diri sendiri. Tapi sampai dimana kejelian itu mampu mengasah ingatan dan mengasuh raga untuk melakukan sesuatu yang lebih dari yang di lakukan orang lain atau yang di lakukan diri sendiri di masa lalu? kejelian, ketelitian meniti setiap waktu yang berlalu adalah kehidupan, itu lah hidup. Belajar memahami struktur pemikiran diri sendiri. Mencoba menggapai eksistensi yang mandiri yang adimanusia? hemmmm... sepertinya banyak orang ingin jadi superman/adimanusia tapi..... terjebak dalam penatnya pengetahuan, penatnya hidup yang berkelindan dengan parasit yang melumpuhkan.
Tak ada pemecahan? absurd? ya... itulah... ketika kita dalam absurditas, kita berada dalam titik nol. Kita ada dalam pengakuan akan ketidakmampuan diri untuk mengontrol pikiran, dengan ide-ide kita. apa yang ingin dicipta, tidak sama dengan yang di rasa dan jauh dengan apa yang tersirat dalam pikiran.
Aduh..... gludak... gludak.... pikiranku mulai kacau.... mari tidur, mari tidur pagi.... dan pulang sore.