Sunday, July 22, 2007

Sebait sunyi

Terasa menyenangkan ketika aku bertemu dengan seorang kawan, berbincang sampe lupa akan waktu. sampe malam luruh bersama kabut, embun dan dingin yang merasuk perlahan dalam benak yang terluka. ada segumpal asa, ada secercah cahaya dalam waktu yang tak lama. hingga cahaya dalam diri kembali menyala dalam keheningan yang memuncak seperti pohon cemara yang tenang dalam dingin di sebual kuil yang lengang. hanya terdengar alunan pelan do'a-do'a para pendeta. mengalunkan nada-nada spiritual dalam rangkaian kesunyianku. seakan ada tangisan bahagia yang kemudian mengalirkan air mata dalam tawa dan senyum renyah yang termuntahkan ddari bibir-bibir yang sebelumnya diam dan terkatup. selembar do'a dan segarit cahaya mengalun bersama mengiringi musafir ke negeri senja.

Sunday, April 15, 2007

Sana Sini

Dari sini aku akan kesana. Kamu tahu maksudku? Kelihatannya kamu tahu, dan aku seharusnya tidak perlu bertanya. Meskipun disana tidak ada yang menarikku untuk kesana, tidak ada yang lebih baik daripada disini. Kamu tahu juga maksudku yang ini ‘kan? Ah… lagi-lagi kamu hanya bengong. Entah aku harus bicara pada siapa lagi bahwa disana tidak ada yang lebih menarik, dan aku akan tetap kesana. Aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku kesana, bukan kenapa aku kesana, karena kesana saja itu sudah cukup. Dan dari sana aku akan kesana lagi, jika disana tidak ada yang bisa aku lakukan atau aku sudah selesai melakukan sesuatu. Dan akhirnya disinilah kesana itu.

Aku disini, hanya satu tujuanku kesana, satu tujuan itu adalah lima arah, ke ujung mata, ujung kulit, ujung hidung, ujung lidah dan ujung telinga. Pangkal itu adalah ujung dan ujung itu adalah pangkal. Tubuhku adalah ujung dan pangkal. Ujung tidak harus lancip dan pangkal tidak harus tumpul. Kenapa kamu bengong lagi?

Ini bukan filsafat apapun, kenapa kamu malah bingung dan bengong, sudahlah bawa pulang saja keinginan-keinginanmu itu, perutmu itu sudah terlalu kenyang. Kalau kamu masih lapar lagi, perutmu itu bukan perut tapi waduk. Kalau kamu belum jelas dengan yang tadi, anggap saja aku tidak mengatakan apa-apa.

“Ya sepertinya aku harus pergi, aku tak akan kenyang mendengarkanmu terus bicara”. Itulah dia tidak pernah pergi keujung telinganya sendiri, susah memahami suara, tahu siapa yang bicara tapi tidak tahu apa yang dibicarakannya.
“Cepat pergilah, aku ingin kamu tahu apa artinya kenyang, kalau kamu sudah kenyang tapi kamu tetap tidak mengerti kata-kataku, lebih baik kamu mati”.

Pergilah ia, pergi menyusuri jalan pikirannya sendiri. Semoga dia tidak hanya bisa tertawa setelah kenyang tapi juga berpikir. Tidak mudah memang perut kosong lantas berpikir cerdas, yang ada hanya pikiran licik dan picik, begitu juga setelah kenyang, bagaimana caranya bisa mempertahankan (bagi orang yang terjebak dalam kemapanannya) kekenyangannya dan bisa tertawa lantang lagi.

Tubuh memang sangat mekanis, tanpa makanan tubuh hanya akan lemah. Seperti mesin tanpa bahan bakar. Kenyataan adalah mekanis. Kenyataan adalah wujud, terlihat, nyata, keras, dan disebut pula lahir. Yang tidak nyata adalah ide, rasa, juga jiwa. Tetapi yangtidak nyata itu ada.

Setelah aku kesana aku akan kesana lagi.
Akhirnya sampai juga. Disanalah sekarang aku berdiri, mereka tahu aku disini tapi aku sekarang ada disana. Mereka tahu aku disana tapi aku ada disini. Kenapa masih sulit membedakan sana dan sini?

Sunday, March 18, 2007

Pertama

Blom ada yang menarik disini. aku coba dulu, kali aja aku bisa masukin catatan-catatan kecil tentang masa lalu, sekarang atau mungkin juga nanti.